Rabu, 08 Mei 2013


Dear teman-teman Perempuan

Adalah sifat perempuan untuk mudah tergerak dan tersentuh hatinya, karena ia ibu kehidupan. Tetapi justru karena itu ia tak jarang mudah terjebak dalam hubungan yang tidak membahagiakan dan terus menerus dilecehkan.
Yuk kita perkuat hati, agar tidak mudah terpikat rayuan gombal, dan bisa menjadi pengendali kehidupan ke arah yang indah, nyaman dan bahagia. Dunia yang keras membutuhkan kelembutan hati perempuan supaya kehidupan terpelihara.
Saya seorang konselor personal development dan juga dosen konseling keluarga. Menjawab keprihatinan ini, saya menyediakan jasa fasilitasi untuk perempuan mengolah hatinya. Caranya:
1.  Anda dapat mengumpulkan teman-teman perempuan, atau  kelompok yang Anda percayai, atau kelompok arisan, atau kelompok apa pun yang Anda kenal dan nyaman bersama. Lalu undang saya untuk berbicara tentang fase-fase jiwa perempuan. Saya melakukannya dengan memaparkan dongeng-dongeng kuno yang berisi kekuatan perempuan, dan dari sana kita temukan tahapan fase jiwa kita sendiri. Saya sudah mempelajari, bahwa di dalam dongeng-dongeng itu ada nilai universal dan berlaku sepanjang zaman. Wah, sebuah acara yang fun dan menyentuh hati pastinya.
2. Atau Anda dapat membuat janji untuk konsultasi  secara personal dengan saya. Percaya atau tidak, kita memerlukan orang lain untuk mendengarkan kita. Didengarkan oleh seorang ahli, akan mencairkan beban emosi, dan Anda mengenali kekayaan batin Anda yang selama ini tersaput awan kesibukan.
Saya sudah melakukan profesi ini selama belasan tahun,  di dalam dan luar negeri.

Tujuan fasilitasi saya:
  • Membantu Anda lebih memahami dinamika jiwa Anda
  • Memperkuat mental Anda sebagai perempuan agar tidak mudah terpedaya/dilecehkan
  • Memelihara kejernihan batin Anda, sehingga Anda tetap mampu mencintai dengan hangat
  • Agar hidup Anda lebih bermakna
Silakan kontak saya, melalui email:  dminangsari@yahoo.co.uk 
Atau sms di no: 0812 874 85 334

Terima kasih ya...selamat berjumpa

Salam
Dewi Minangsari

Selasa, 26 Februari 2013

Pelanggaran Batas=Pelecehan


 MULAI DARI DIRI SENDIRI
Setiap makhluk terpisahkan satu sama lain oleh batas fisik. Budi, Tuti, amuba, tulip, ikan mas, masing-masing mempunyai batas yang memisahkan dirinya dari yang lain dan membuatnya menjadi suatu makhluk yang unik. Batas ini bisa rusak oleh luka atau dirusak oleh yangh lain. Jika pelanggaran batas ini terlalu jauh, makhluk bisa mati. Kulit menandai batas fisik kita.Tetapi kita juga mempunyai batas yang tidak terlihat olah mata. Batas ini merupakan lingkaran tak terlihat, suatu wilayah yang membuat kita merasa nyaman. Batas yang sehat bersifat elastis dan selaras dengan konteks. Dengan isteri  kita bisa menerapkan batas yang sangat dekat, tetapi batas ini tidak bisa diterapkan kepada anak. Batas dengan Bos juga berbeda dengan batas dengan rekan kerja.

Sentuhan menentukan kapan kita mulai dan kapan kita berhenti. Jika sejak kecil kita kurang mengalami sentuhan fisik dan emosi yang sehat dalam keluarga, maka perkembangan kepekaan akan batas diri dan kesiapan melindunginya akan terhambat. Incest merupakan perusakan parah terhadap batas fisik, emosional dan seksual.  Jika  seorang anak dibesarkan dalam keluarga yang berantakan, maka ia akan mendapatkan sedikit sekali bantuan untuk mengembangkan batas yang baik. Ia akan tumbuh dewasa tanpa kesadaran yang jelas mengenai batas diri sendiri. Ia tidak tahu perlakuan bagaimana yang tepat untuk dirinya. Bahkan barangkali anak itu belajar sejak kecil untuk membiarkan orang lain menentukan batas dirinya. Di kemudian hari ia pun dapat menjadi pelaku pelanggaran batas, alias menjadi pelaku pelecehan terhadap orang lain.

Bagaimana menghentikan pelecehan? Mulailah menyadari sejauh mana kepekaan Anda mengenai batas diri Anda. Kesadaran akan batas diri akan membantu Anda untuk mengembangkan batas yang utuh. Tentukan batas relasi Anda dengan orang lain,  dengan anggota keluarga dan dengan siapa Anda bergaul.  Jika batas kita utuh, kita akan merasa aman dan nyaman.

Orang dengan batas yang sehat, dapat memilih mana atau apa atau siapa yang masuk dalam kehidupannya dan mana yang perlu disingkirkan atau dihindari. Kita bisa dengan yakin menolak komentar tidak pantas, sentuhan tidak nyaman, dan tatapan yang merisaukan hati. Kita dapat mengatakan TIDAK terhadap kesia-siaan, niat buruk dan MENERIMA afeksi, kebaikan dan penghargaan positif.  Mulai dari diri sendiri. ....batas Anda sehat, akan menular ke sesama dan dunia Anda.

Jakarta,  27 Februari 2013
Salam,
Dewi Minangsari

Sabtu, 19 Januari 2013

MENDAMPINGI ANAK SESUDAH PENGALAMAN BENCANA


Atasi Trauma Anak Pasca Bencana

Pengalaman bencana meninggalkan dampak psikologis mendalam pada anak-anak. Orang dewasa yang kurang peka dan tidak sensitif malahan akan memperdalam rasa cemas dan takut. Ini terjadi misalnya, ketika anak-anak nakal dan rewel, bukannya dengan kesabaran ekstra mendekati anak, malahan anak diancam,”Kalau kamu nakal awas ada gempa lagi..lho!” Pendampingan sedini mungkin terhadap anak-anak akan membantu pengalaman trauma cepat diatasi dan membuat kehidupan emosional mereka lebih sehat di tahun-tahun mendatang. Pendampingan yang diberikan pun hendaknya berjangka panjang oleh konselor terlatih. Karena pendampingan singkat yang hanya dilakukan sekali sesudah bencana tidak memperlihatkan hasil yang efektif. Dalam sebuah studi terhadap 12.000 anak-anak sekolah yang selamat dari bencana topan di Hawai,  Robert Burns Ph.D, menyimpulkan hasil penelitian tersebut, dalam bukunya Unwind, Australia, 2003, sebagai berikut, “anak-anak yang memperoleh konseling secara dini tumbuh jauh lebih baik dua tahun kemudian dibanding mereka yang tak menjalani konseling.” 

Konselor terlatih yang mau bekerja di tempat bencana umumnya untuk waktu singkat. Sementara banyak anak-anak masih hidup dengan menghadapi kenyataan bencana di sekitarnya: di tempat pengungsian, rumah-rumah dan kampung yang masih berantakan, dst. Untuk mengatasai hal itu beberapa petunjuk berikut mudah-mudahan dapat membekali orang dewasa atau orang tua dalam mendampingi anak-anak korban bencana.

  • Beri dukungan dan kesabaran ekstra serta rasa aman kepada anak-anak. Perlihatkan melalui sikap tubuh dan kata-kata bahwa Anda mengerti apa yang sedang mereka rasakan. Pemberian dukungan ekstra bisa dalam bentuk perhatian yang lebih banyak, pelukan dan elusan penuh kasih, keleluasaan bergerak dalam lingkup aman.
  • Upayakan sedapat mungkin keadaan lingkungan yang akan meningkatkan rasa aman pada anak. Paling baik adalah lingkungan yang familiar, di mana anak-anak bisa menyaksikan orang-orang dekat di sekitarnya menjalankan rutinitas sehari-hari. Anak-anak lebih menyukai hal-hal yang familiar dan kebiasaan yang konsisten. Lingkungan familiar ini termasuk kehadiran wajah-wajah yang dikenal, orang-orang yang ramah, ada makan dan minum pada saat mereka memerlukannya. Dan yang paling penting, anak-anak akan merasa tenang dan nyaman jika melihat ibu ada di dekatnya, meski pun ibu menjalankan tugas sehari-hari, seperti memasak, mencuci, bersih-bersih. Pokoknya mereka tahu ibu tak jauh dan mudah didekati saat anak memerlukannya. Suasana rutin itu mengingatkan anak akan suasana rumah.
  • Jaga anak jangan sampai terlalu banyak melihat pemandangan atau gambar-gambar yang menakutkan. Ajaklah anak melakukan kegiatan yang menyenangkan, seperti menyanyi, menggambar, mewarnai. Bacakan ceritera-ceritera yang bagus. Berkumpul bersama anak-anak lain dalam suasana gembira dan kata-kata yang membesarkan hati akan sangat membantu menenangkan anak.
  • Bersikaplah jujur terhadap pengalaman yang terjadi. Hal ini membantu anak menerima kenyataan, meski pun barangkali anak belum mampu mengerti sepenuhnya. Pastikan informasi yang Anda berikan sesuai dan bisa ditangkap oleh anak. Beri kesempatan kepada anak-anak untuk bertanya, atau dorong mereka untuk bertanya.
  • Hati-hati atas emosi marah dan kejengkelan Anda sendiri atau pihak pendamping. Anak-anak peka dan merasakan kecemasan atau emosi lain yang bergejolak di sekitar mereka. Oleh karena itu bagi orang dewasa, orang tua dan relawan yang berada di dekat anak, mereka sendiri perlu mengelola pengalaman traumatik diri sendiri.
  • Tempatkan pengalaman bencana dalam perspektif. Misalnya, anak perlu diberitahu bahwa bencana banjir adalah peristiwa yang jarang terjadi. Menempatkan pengalaman dalam perspektif membantu mengurangi kecemasan akan berulangnya kejadian.

Kita semua tak menghendaki bencana terjadi atau terulang. Namun ada baiknya kita mempersiapkan diri menghadapi masa depan.


BEBERAPA PETUNJUK UNTUK PARA SUKARELAWAN SESUDAH PERISTIWA BENCANA/ KEADAAN EMERGENCY

BAGAIMANA ANDA MENGELOLA STRESS SAAT KEJADIAN BENCANA/PERISTIWA DARURAT?

  • Kembangkan suatu jaringan pendukung (sesama pendamping/relawan)
  • Besarkan hati dan dukung sesama rekan kerja Anda
  • Jaga kesehatan diri sendiri dengan melakukan olah raga secara teratur dan atur agak sering makan dalam jumlah kecil
  • Ambil waktu untuk istirahat jika Anda merasa kekuatan fisik dan toleransi emosi Anda berkurang
  • Pelihara hubungan baik dengan keluarga, saudara-saudari
  • Tenangkan diri/netralkan suasana hati sejenak setelah Anda mengalami keadaan yang mengganggu dan saat ganti tugas.

APA YANG DAPAT KITA LAKUKAN SENDIRI UNTUK MENGATASI TRAUMA ATAU KEADAAN DARURAT ATAU SESUDAH MELAKUKAN PEKERJAAN YANG MENGURAS ENERGI DAN EMOSI?

  •  Luangkan waktu bersama teman sepengalaman. Dengan saling mendukung, bercerita, akan memudahkan kita mengatasi perasaan traumatik
  • Jika Anda rasa membantu, ceritakan perasaan Anda. Dengarkan juga perasaan sesama saat ia berbicara.
  • Upayakan segera kembali melakukan rutinitas pekerjaan Anda. Adanya keteraturan, dan kebiasaan normal akan dirasa sangat menyenangkan
  •  Ambil waktu untuk merasakan pengalaman kehilangan dan menangis saat Anda merasakannya. Agar keadaan Anda lebih baik di masa mendatang Anda perlu melepaskan perasaan ini, bukannya menekan atau menyembunyikannya.
  • Mintalah dukungan dari keluarga atau teman-teman, geraja atau berbagai komunitas pendukung. Bergabunglah dalam kelompok pendukung
  • Buatlah tujuan kecil dan jangka pendek untuk mengatasi masalah besar. Lakukan satu demi satu, jangan melakukannya sekaligus.
  • Pastikan Anda cukup istirahat, cukup tidur. Kita membutuhkan tidur  lebih lama ketika mengalami keadaan stress
  • Lakukan sesuatu yang Anda sukai, seperti mandi air hangat, jalan-jalan, bercanda dengan anak-anak atau sahabat
  • Temukan hal positif yang dapat Anda lakukan, seperti menyumbang darah, menyumbang sejumlah dana untuk bantu korban, bergabung dengan masyarakat untuk membantu orang menderita
  • Kadang-kadang menjauhlah sejenak dari kejadian yang membuat stress. Matikan TV, dan isi pikiran Anda dengan hal-hal yang menyegarkan dan menyenangkan hati

Semoga bermanfaat

Tetaplah berdoa agar kesehatan mental Anda sendiri terpelihara. Kepedulian sekecil apa pun jika berasal dari hati yang tulus akan meningkatkan harapan dan cinta dalam masyarakat.


Dewi Minangsari




Senin, 14 Januari 2013

LINDUNGI ANAK-ANAK DARI PELECEHAN SEKSUAL


Kenali dan sikapi pelecehan seksual anak dengan tepat
Suatu hari seorang guru TK menelpon, mengatakan seorang bocah empat tahun vaginanya dimasuki obeng. Saya sarankan untuk memeriksakannya secara hati-hati agar anak tidak takut dan membicarakannya dengan psikolog. Ketika di bawa ke dokter, tak ada tanda yang memperlihatkan hal itu. Sesudahnya baik orang tua mau pun psikolog tidak menindak lanjuti masalah itu., ‘Tidak apa-apa kog” begitu jawaban yang saya terima.

Saya bisa memahami mereka, namun resah terhadap nasib si kecil. Kerap kita tidak siap menerima kenyataan pelecehan seksual terhadap anak. Kita bersikap entah mengabaikannya atau memperlihatkan respon kewalahan. Meski hal itu menyentak kesadaran kita, kalau jujur kita sukar menerima kenyataan itu. Untuk melindungi hati dari shock oleh kisah ‘horor’ tersebut, kerap orang ‘lari’ dan membayangkan, ‘Ah, andai pelecehan itu sungguh terjadi, pastilah bukan di kota ini,’ atau ‘Itu khan hanya menimpa kalangan tertentu, bukan seperti kita-kita ini.’ Semua itu tidak benar! Pelecehan seksual terjadi di kota kita, di kampung kita, di dalam keluarga kita, bahkan ditempat yang dianggap kental nilai religiusnya seperti di lingkungan Gereja atau pesantren.

Syukurlah media kini semakin peduli, namun perlu disertai kesiapan dari pihak kita untuk menyikapinya. Kita perlu tahu respon yang lebih bijak ketika mendengar ungkapan anak mengenai pelecehan yang dialaminya. Inilah langkah awal yang penting. Jika respon kita salah, maka pelecehan takkan pernah diungkapkan lagi, dan anak-anak kita semakin menderita.

Menurut riset, anak laki-laki dan perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual berusia sejak bayi sampai usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percayai. Gejala seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas. Ada anak-anak yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya dengan bersikap ‘manis’ dan patuh, berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian.

Pelecehan seksual terhadap anak memang tidak memperlihatkan bukti mutlak, meski pun demikian jika tanda-tanda di bawah ini tampak pada anak dan terlihat terus menerus dalam jangka waktu panjang, perlu segera mempertimbangkan kemungkinan anak telah mengalami pelecehan seksual.

Tanda dan indikasi
Balita
Tanda-tanda fisik, a.l: memar pada alat kelamin atau mulut, iritasi kencing, dan penyakit kelamin serta sakit kerongkongan tanpa penyebab yang jelas, bisa merupakan indikasi seks oral.

Tanda perilaku emosional dan sosial, a.l: Sangat takut pada siapa saja, atau pada tempat tertentu atau orang tertentu, perubahan kelakuan yang tiba-tiba, gangguan tidur (susah tidur, mimpi buruk, ‘ngompol’), menarik diri atau depresi serta perkembangannya terhambat

           Anak usia prasekolah

Gejalanya sama ditambah tanda-tanda berikut:
Tanda fisik, a,l.: perilaku regresif seperti mengisap jempol, hiperaktif, keluhan-keluhan somatik, seperti sakit kepala yang terus menerus, sakit perut, sembelit.

Tanda perilaku emosional dan sosial

Kelakuan yang tiba-tiba berubah, ungkapan langsung anak mengenai sakit karena perlakuan seksual.

Tanda perilaku seksual

Masturbasi berlebihan, mencium secara seksual, mendesakkan tubuh, melakukan aktivitas seksual terang-terangan pada saudara atau teman sebaya, tahu banyak tentang aktivitas seksual. Rasa ingin tahu berlebihan tentang masalah seksual

Anak usia sekolah,
Memperlihatkan tanda-tanda di atas serta perubahan kemampuan belajar seperti susah konsentrasi, nilai turun, telat atau bolos, hubungan dengan teman terganggu, tidak percaya pada orang dewasa, depresi, menarik diri, sedih, lesu, gangguan tidur, mimpi buruk dan tak suka disentuh serta menghindari hal-hal sekitar buka pakaian.

Remaja
Tandanya sama dengan di atas,  ditambah kelakuan yang merusak diri sendiri, pikiran bunuh diri, gangguan makan, melarikan diri, berbagai kenakalan remaja, penggunaan obat terlarang atau alkohol, kehamilan dini, melacur, seks di luar nikah, atau kelakuan seksual lain yang tak biasa.

Bagaimana seorang anak menghadapi dilemma ini? Sebagai anak tentu saja ia tak berani  menyalahkan orang tuanya, ia takut ditinggalkan. Bukankah orang tua itu seharusnya baik? Oleh karena itu sikap satu-satunya adalah menyalahkan diri sendiri. Perasaan ini menumbuhkan rasa cinta sekaligus benci dalam diri anak. Itulah satu-satunya cara seorang anak melindungi dirinya sendiri agar tetap hidup.

Lebih jauh lagi, peristiwa pelecehan itu dan ancaman ”Kalau kamu buka mulut….,” sangat berhasil membalik peran. Bukannya orang tua yang memenuhi kebutuhan anak dan bertanggung jawab atas masa depannya, malahan anaklah yang harus memenuhi kebutuhan orang tua sekaligus memikul tanggung jawab atas masa depan keluarga. Tragis bukan?

 Membuka Tindak Pelecehan

Mengatakan peristiwa pelecehan yang dialami merupakan hal yang paling sukar dilakukan oleh anak. Anak kecil dapat secara tak sengaja mengatakannya tanpa menyadari akibat yang dikatakannya. Anak yang lebih besar bisa jadi dengan sengaja mengatakannya dengan harapan menghentikan pelecehan yang dialaminya tanpa mempedulikan dampaknya. Sedangkan orang dewasa mungkin mengatakannya ketika kemarahan meledak dalam suatu pertengkaran.

Ada sejumlah alasan yang membuat anak sukar membuka pelecehan yang dialaminya. Secara umum karena anak diancam. Jika ia membuka rahasia maka hal yang buruk akan menimpanya. Ancaman itu beragam kedalaman dan dampaknya, “Kalau buka mulut, aku tak lagi menjadi temanmu.””Ibumu nggak bakalan percaya omonganmu.””Aku akan dipenjara.””Aku akan membunuhmu.” Anak kecil menerima ancaman itu sebagai suatu kebenaran.

Jane, umur 14, mengatakan kalau ia dilecehkan secara seksual oleh teman baik orang tuanya. Menjelang sidang pengadilan, ia mengatakan kepada terapisnya bahwa tidak mau memberi kesaksian. Ketika hari pengadilan semakin dekat, ia melarikan diri. Nyatalah dia amat ketakutan bersaksi di depan orang yang telah melecehkan. Saat kembali, ia mengatakan kepada terapis, kalau dia bersaksi, pelaku mengancam akan membunuh ibunya.

Bagaimana menyikapi anak yang membuka pelecehan yang dialaminya?

 1. Jagalah, jangan sampai anak terkejut oleh respon anda

Jika anak membuka rahasia kepada anda, penting menyadari reaksi anda sendiri dan anak itu sendiri. Anda juga perlu tahu apa yang mesti dilakukan. Mendengar apa yang dialami anak, mungkin saja kita merasa marah, shock dan bingung. Semua itu adalah reaksi yang normal untuk anda. Tetapi anda harus menjaga, jangan sampai anak terkejut oleh respon kuat anda. Jika anda dikuasai oleh perasaan anda sendiri, bicaralah kepada rekan yang anda percayai. Kalau anda merasa tak mampu berbicara dengan si anak, minta tolong ahli untuk mengolah perasaan anda sendiri atau memintanya berbicara dengan si anak. Anda dapat mengatasi perasaan kewalahan itu bila semakin terbiasa dengan tema tersebut atau dengan banyak membaca topik di sekitar pelecehan seksual.

Dapat terjadi anda kenal baik dengan si pelaku dan dekat dengannya. Jangan mengulangi kesalahan yang pernah dibuat Freud dengan menutupi apa yang sebenarnya terjadi, atau mengungkapkan rasa tak percaya. Jika anak menangkap ekspresi itu, ini hanya akan menguatkan anggapan anak mengenai dirinya sendiri,’pastilah ada yang salah pada diriku’. Kemungkinan besar ia tak lagi mau membuka mulut juga pada orang lain di masa depan.

2. Percaya apa yang dikatakan anak

Ketika anak-anak membuka rahasia pelecehan, hampir semua dipastikan mengandung kebenaran. Mereka kadang mengatakan sedikit apa yang terjadi, untuk melihat bagaimana reaksi kita. Kadang apa yang dikatakan itu mengungkapkan kejadian yang telah berulang.

Dodi,umur lima tahun, pertama kali mengatakan pengalaman pelecehan seksualnya saat bermain dengan boneka. Ia mengambil sebuah boneka, yang dipanggilnya sebagai ‘Ayah’ sedang menyentuh boneka kecil/bayi. Baru setelah terapi berlangsung selama tiga bulan, ceriteranya berkembang, mengindikasikan bayi boneka melakukan oral seks pada ayah boneka. Akhirnya dia dapat mengatakan bahwa ayah tirinya kerap mendatanginya di waktu malam dan melakukan hal itu kepadanya.

Kalau anak tampak kacau dan ceritanya tak logis, adalah wajar karena anak belum mempunyai kepekaan seperti orang dewasa. Perlihatkan pada anak, bahwa menceriterakan hal itu adalah perbuatan yang benar.

 

3. Jangan desak anak untuk menceriterakan detil pengalamannya

Anak harus diyakinkan, kalau dia tak bersalah. Hal ini tak  mudah melakukannya, karena anak kerap menganggap dirinyalah penyebabnya. Apa yang kulakukan sehingga dia berbuat beguni padaku? Aku tidak tahu, tapi pastilah ada yang salah pada diriku”

4. Berhati-hatilah, jangan perlihatkan ekspresi marah anda terhadap pelaku

Sebaiknya kita membedakan antara orang dan kelakuannya. Steve, 12 th. Dalam sesi konseling di sekolah, mengatakan kalau ia dilecehkan oleh kakeknya sendiri. Steve membuka rahasia ini karena habis bertengkar dengannya. Tanpa pikir panjang, si konselor memperlihatkan kemarahannya pada si kakek. Steve terkejut oleh reaksi itu, segera keluar dan hari itu ia menghilang. Malam hari ia ditemukan di taman belakang sekolah. Sambil menangis tersedu-sedu ia mengatakan kalau sangat cinta pada kakek

5. Jika berbicara dengan anak, gunakanlah bahasa anak, jangan menggunakan bahasa kita pada anak.

Barangkali kita mengira tahu apa yang dikatakan anak, tetapi persepsi anak bisa jadi berbeda. Ketika Yuli, 3 tahun, mengatakan ‘bokong’, yang dimaksudkannya adalah vaginanya. Susi, 4 tahun, bicara tentang boneka kura-kura yang dimainkannya di kamar mandi, padahal yang mau dikatakannya adalah penis pamannya.

6. Perlihatkan pada anak kesungguhan anda untuk mendukungnya.
 
Anak perlu dilindungi agar pelecehan tidak berlanjut. Katakan pada anak, bahwa anda akan mengatakan apa yang diceriterakannya pada orang lain agar anak selamat. Jangan buat janji untuk merahasiakan ceritera pelecehan seksual yang dialami anak. Kejadian itu adalah tindak kriminal. Di sini tidak berlaku hukum kerahasiaan.Bahkan seoang pastor katolik yang memegang kerahasiaan secara absolut dalam pengakuan dosa, bilamana ia mendengar kasus ini, hendaknya ia berusaha agar pembicaraan berlangsung di luar konteks pengakuan dosa.


 Catatan:
Naskah ini saya tulis berdasarkan berbagai sumber
- Naskah ini pernah dimuat oleh Koran KOMPAS beberapa tahun yang lalu.  Mengingat semakin meluasnya kekerasan seksual terhadap anak dalam masyarakat, maka saya tampilkan kembali, semoga membantu dalam menyelamatkan anak-anak kita dari pengalaman kejam tersebut.

Januari 2013

Dewi Minangsari

*** Anda ingin menciptakan hidup menjadi lebih bermakna? Lakukan segera. Berbicaralah dengan konselor yang akan mendampingi Anda menjernihkan kehidupan Anda. Silakan kontak di email : dminangsari@yahoo.co.uk .